Membumikan Skema Bagi Hasil dalam Realitas Kegiatan Ekonomi Ultra Mikro

Jargon
utama dalam kegiatan lembaga keuangan syariah adalah sistem bagi hasil yaitu
kerjasama antara dua pihak dalam suatu kegiatan usaha dimana hasilnya dibagi
bersama dengan porsi yang telah disepakati. Sistem bagi hasil merupakan sistem
yang adil yang penerapannya dibutuhkan instrumen dan kesiapan pihak-pihak yang
bekerjasama yaitu transparansi keuangan, laporan yang akuntabel, tanggungjawab
pengelolaan usaha  dan kejujuran.

Realitas Usaha Ultra Mikro

Disebut
usaha ultra mikro karena tingkat usahanya yang memang kecil yang memiliki
beberapa ciri khas yaitu :

  1. Tidak bankable
  2. Tidak memiliki kecukupan legalitas
    formal
  3. Memiliki manajemen yang sederhana
    biasanya berbasis keluarga
  4. Modal yang terbatas
  5. Tidak memiliki laporan keuangan bahkan
    pencatatan keuangan.

Ciri
khas yang terakhir itulah yang menjadi pembahasan dalam tulisan kali ini. Bagi
usaha mikro bahkan ultra mikro yang mayoritas tidak memiliki pencatatan yang
memadai menjadikan suatu kegiatan usaha tidak dapat diperhitungkan pendapatan
yang diperoleh, akibatnya menjadi kesulitan tersendiri untuk dilakukan aplikasi
bagi hasil.budaya pelaku usaha ultra mikro seperti pedagang di pasar, kaki lima,
asongan dll tidak menganggap perlu dibuatnya laporan keuangan. Para pelaku
usaha ini tidak pernah mempedulikan berapa keuntungan yang mereka peroleh, yang
penting bagi mereka dapat membayar uang sapon, iuran arisan, angsuran
rentenir/plecit, angsuran koperasi, membeli kebutuhan pokok sepulang dari pasar
dan besok bisa kulakan untuk jualan lagi. Jika demikian yang terjadi, praktis
model bagi hasil seperti Mudhorobah ataupun Musyarokah yang menjadi produk
layanan bagi Lembaga Keuangan Syariah hampir mustahil diterapkan dengan tepat.
Karenannya perlu pendekatan yang sesuai dengan karakter tersebut.

Pendekatan Kualitatif
dalam Aplikasi Bagi Hasil bagi Usaha U
tra Mikro

Pola
syariah harus dapat diterapkan dengan fleksibel tanpa mengurangi prinsip-prinsip
pokoknya. Dalam skema bagi hasil ada hal-hal pokok yang diperhatikan yaitu (1) kesepakatan
besaran modal, (2)pihak yang bertanggungjawab mengelola usaha dan (3) nisbah
atau porsi bagi hasil. Untuk penerapan sistem bagi hasil dalam usaha ultra mikro,
pada dasarnya setiap kegiatan usaha yang dilakukan dalam suatu kluster seperti
di pasar cenderung memiliki krakter dan tingkat keuntungan yang mirip. Di los
pedagang sayur misalnya, maka barang-barang yang diperjual belikan hampir mirip
sehingga dapat dilakukan riset secara berkala untuk dapat menentukan tingkat
keuntungan dan mengklasifikasikan dalam klasifikasi tertentu yang mudah
dipahami. Secara lengkap proses penerapan bagi hasil dalam usaha ultra mikro
yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah dengan pendekatan kualitatif
adalah sebagai berikut :

  1. Survey dan Analisa Keuntungan

Karakteristik setiap kluster berbeda
beda. Pasar disuatu tempat berbeda dengan yang lain, karenanya survey di suatu
tempat hanya berlaku di tempat tersebut dan harus diperbarui kembali tiap 6
bulan. Setiap jenis usaha memiliki tingkat keuntungan yang berbeda pula,
karenanya sampel yang diambil harus dapat mewakili setiap kegiatan usaha di
suatu tempat tersebut.

Klasifikasi Pendapatan dan Keuntungan

Tim survey selanjutnya melakukan
analisis laba rugi dan membuat klasifikasi yang mudah dipahami oleh pelaku
usaha. Klasifikasi dibuat dalam (1) Tinggi, (2) Sedang dan (3) Rendah,

yaitu aktifitas transaksi yang tergolong
tinggi, sedang dan rendah. Pemahaman klasifikasi ini harus sama antara tim
analisa dengan pelaku usaha. Klasifikasi transaksi tinggi, sedang atau rendah
tersebut dapat diukur dengan suatu parameter modal, yaitu setiap nilai tertentu
misalkan seribu rupiah modal yang digunakan untuk usaha menghasilkan laba sekian
rupiah.

  • Penyusunan Indeks Perputaran Modal dan
    Keuntungan.

Selanjutnya tim analisa menyusun suatu
indeks sebagai berikut

Tabel 1, Indeks Perputaran Modal dengan
Keuntungan di Pasar ABC

Per Rp 1.000.000,00

  • Penerapan Bagi Hasil Ultra Mikro

Dengan memperoleh hasil indeks tersebut,
selanjutnya dilakukan kesepakatan dengan pelaku usaha dalam bermitra dalam
berpola bagi hasil. Akad yang tepat dapat dilakukan adalah Mudhorobah,
mengingat Lembaga Keuangan Syariah hanya terlibat dalam permodalan dengan hanya
melakukan monitoring usaha. Mudhorobah dilakukan tanpa angsuran atau pembayaran
kembali dilakukan pada saat berakhirnya masa perjanjian kerjasama. Antara
Lembaga Keuangan Syariah dengan pelaku usaha dapat menyepakati nisbah atas
keuntungan/pendapatan yang diperoleh berdasarkan ideks surey yang dilakukan.
Setiap praktek sehari harinya petugas Lembaga Keuangan Syariah hanya menerima
bagi hasil sesuai keadaan sehari hari dari pedagang dengan menggunakan ukuran
banyak sedikitnya transaksi yaitu Tinggi, Sedang atau Rendah. Sementara agar
mitra memiliki perencanaan keuangan yang baik didorong agar mitra menabung
sehingga dapat dipergunakan dalam melakukan pelunasan pada saat jatuh tempo dan
meningkatkan modal usahanya.

  • Evaluasi dan Pendampingan

Setiap mitra yang bekerjasama dengan
Lembaga Keuangan Syariah dievaluasi. Evaluasi menyangkut aspek kejujuran,
mengingat mitra bias jadi selalu mengaku transaksinya rendah, padahal
kenyatannya justru tinggi. Evaluasi juga didorong untuk mendukung strategi
pendampingan yang diarahkan dalam meningkatkan kualitas mitra dalam mengelola
usaha dan kualitas hidup secara menyeluruh Dalm hal inilah pemantauan menjadi
penting serta perlunya evaluasi bentuk kerjasama.

Kesimpulan

Dari pembahasan penerapan pendekatan
kualitatif skema bagi hasil dalam usaha ultra mikro di atas dapat disimpulkan
sebagai berikut :

Konsep diatas menjadi ide dan gagasan
untuk membumikan konsep bagi hasil yang mudah dipahami oleh masyarakat,
sehingga transaksi syariah mudah diterapkan bahkan untuk usaha-usaha yang tidak
memiliki catatan keuangan yang memadai

Mengingat masih berupa gagasan, maka diperlukan upaya untuk menyempurnakan konsep melalui ujicoba di lapangan, dan pastinya diperlukan dukungan dana dan tim khusus serta waktu yang cukup agar diperoleh tata kelola sisitem bagi hasil usahaultra mikro yang mudah, aman, memberdayakan dan saling menguntungkan.

Dedi Heri Sutendi, Ketua KSPPS BMT ELBUMMI 373

Scroll to Top