Emas Terus Meroket, Alarm Ketidakpastian Ekonomi Global

Sepanjang tahun 2025, harga emas mengalami kenaikan yang mencolok, mencerminkan kekhawatiran pasar global terhadap peningkatan ketidakstabilan ekonomi dunia. Di Indonesia, harga emas batangan produksi PT Aneka Tambang (Antam) melonjak hingga Rp1.916.000 per gram pada pertengahan April, tercatat sebagai rekor tertinggi dalam sejarah perdagangan logam mulia nasional. Lonjakan ini bukan hanya menarik minat investor, tetapi juga memberikan dampak yang nyata terhadap perekonomian dan daya beli masyarakat.
Kenaikan harga emas tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan didorong oleh factor yang bersumber dari dinamika global dan domestik. Ketidakpastian ekonomi akibat konflik geopolitik, terutama di Timur Tengah, serta ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok memicu gejolak di pasar keuangan internasional. Dalam situasi seperti ini, emas kembali menjadi pilihan utama sebagai aset lindung nilai (safe haven) bagi para investor yang mencari perlindungan dari risiko.

Tekanan inflasi yang masih tinggi di berbagai negara turut memperburuk situasi. Di Amerika Serikat, misalnya, meskipun bank sentral telah memberlakukan kebijakan suku bunga tinggi secara agresif, inflasi belum menunjukkan penurunan yang signifikan. Akibatnya, investor global mulai menghindari aset berisiko dan mengalihkan investasinya ke instrumen yang lebih aman seperti emas.
Faktor lain yang memperkuat tren adalah melemahnya nilai tukar dolar AS. Ketika dolar melemah, harga emas dalam mata uang lokal menjadi relatif lebih murah bagi pembeli internasional, sehingga meningkatkan permintaan global. Negara-negara seperti India dan Tiongkok merupakan konsumen utama emas dunia terus mempertahankan tingkat permintaan tinggi, baik untuk industri, perhiasan, maupun sebagai cadangan devisa.
Di dalam negeri, dampaknya mulai terasa dalam kehidupan sehari-hari. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), emas perhiasan menjadi salah satu penyumbang inflasi terbesar pada Maret 2025, dengan kontribusi tahunan mencapai 41,71 persen. Kenaikan harga emas ini memengaruhi daya beli masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah, yang kini mulai mengurangi pembelian emas karena harganya semakin tidak terjangkau.

Namun di sisi lain, dari sudut pandang investasi, tren ini justru membuka peluang investor, baik individu maupun institusional dengan melihat emas sebagai aset yang relatif aman di tengah gejolak pasar saham dan obligasi. Penjualan produk-produk investasi berbasis emas seperti logam mulia batangan, tabungan emas, dan reksa dana emas mengalami peningkatan tajam dalam beberapa bulan terakhir.
Melihat dinamika global yang belum menunjukkan tanda-tanda stabil, prospek harga emas diperkirakan masih akan terus menanjak. Lembaga keuangan global seperti JPMorgan bahkan memperkirakan harga emas dunia dapat mencapai US$3.600 per troy ounce pada akhir 2025, dan berpotensi menembus US$4.000 pada 2026 jika ketegangan geopolitik dan tekanan inflasi tetap berlanjut. Tren serupa diperkirakan akan terjadi di pasar domestik, terlebih jika permintaan tetap tinggi sementara pasokan tidak bertambah signifikan.
Kenaikan harga emas di tahun 2025 menjadi cerminan dari kekhawatiran global yang mendalam akan arah perekonomian dunia. Bagi investor, emas tetap menjadi simbol stabilitas dan pelindung nilai. Namun bagi masyarakat luas, lonjakan harga ini menghadirkan tantangan baru terhadap akses dan daya beli. Oleh karena itu, diperlukan respons yang bijak dari pemerintah dan pelaku pasar melalui kebijakan ekonomi yang adaptif serta edukasi keuangan yang menyeluruh, agar masyarakat dapat memahami dinamika pasar dan mengambil keputusan finansial yang cerdas di tengah ketidakpastian.